
Jaksa Tuntut Tom Lembong 7 Tahun Penjara dalam Skandal Impor Gula: Perdagangan atau Penyimpangan?
Jakarta, 8 Juli 2025 – Mantan Menteri Perdagangan dan mantan Kepala BKPM, Thomas “Tom” Lembong, menghadapi tuntutan 7 tahun penjara dari Jaksa Penuntut Umum dalam perkara dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang terkait impor gula periode 2020–2021. Tuntutan ini dibacakan dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin sore.
Jaksa menyatakan bahwa Tom Lembong telah menyalahgunakan kewenangan sebagai pejabat negara untuk memperkaya pihak tertentu, yang berdampak langsung pada kerugian negara dan distorsi pasar gula nasional.
🧾 Tuntutan Jaksa: Ada Unsur Kesengajaan dan Kolusi
Jaksa menyebutkan bahwa Tom Lembong melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tipikor tentang penyalahgunaan wewenang dan memperkaya diri atau orang lain.
“Terdakwa telah memfasilitasi izin impor dengan kuota berlebih kepada perusahaan-perusahaan tertentu tanpa melalui kajian stok nasional yang sah dan akurat,” kata Jaksa Andika Prasetyo saat membacakan tuntutan.
Disebutkan pula bahwa tiga perusahaan importir besar yang menerima kuota tersebut memiliki hubungan personal maupun bisnis dengan terdakwa, yang dianggap sebagai konflik kepentingan.
📉 Dampak: Harga Gula Naik, Petani Tebu Merugi
Skema impor yang dilakukan pada masa Tom Lembong menjabat disebut menyebabkan banjir gula rafinasi di pasar domestik, yang tidak hanya memicu kenaikan harga, tapi juga mematikan produksi tebu lokal. Akibatnya, ribuan petani di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lampung mengalami kerugian besar.
Laporan BPK menyatakan potensi kerugian negara akibat kebijakan ini mencapai Rp 1,2 triliun, baik dalam bentuk subsidi produksi yang mubazir maupun pendapatan negara yang tidak masuk akibat manipulasi harga jual.
🧑⚖️ Tim Kuasa Hukum: “Tom Lembong Tidak Terlibat Langsung”
Menanggapi tuntutan ini, tim kuasa hukum Tom Lembong menyatakan keberatan dan menyebut klien mereka menjadi “korban politisasi kebijakan perdagangan.”
“Tuan Tom tidak terlibat langsung dalam teknis kuota impor. Semua berjalan sesuai proses di kementerian dan telah disetujui lintas sektor,” kata pengacara utama, Arman Darwis.
Tom Lembong sendiri menanggapi tuntutan dengan tenang, namun sempat mengucapkan bahwa ia “terluka sebagai orang yang selama ini dikenal memperjuangkan ekonomi bersih dan transparan.”
🗣️ Respons Publik dan Ekonomi: Reformis atau Manipulatif?
Kasus ini menyita perhatian publik karena Tom Lembong selama ini dikenal sebagai tokoh reformis dan pro pasar, dengan latar belakang sebagai bankir internasional dan pemikir kebijakan ekonomi.
Namun, sejumlah aktivis antikorupsi dan pengamat kebijakan perdagangan menilai, reputasi tidak menghapuskan konsekuensi tindakan.
“Kami menghormati rekam jejak beliau, tapi kebijakan yang berdampak pada kerugian rakyat kecil tetap harus dipertanggungjawabkan,” kata Dr. Novi Santoso, peneliti INDEF.
⏳ Sidang Putusan Akan Digelar 22 Juli 2025
Majelis Hakim Tipikor yang dipimpin oleh Hakim Ketua Diah Ayu Permata menjadwalkan pembacaan vonis akhir pada 22 Juli 2025. Jaksa juga menuntut tambahan pidana berupa denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta pencabutan hak politik Tom Lembong selama 5 tahun setelah menjalani hukuman.
📌 Kesimpulan: Skandal Gula yang Mengguncang Legasi Reformasi
Tuntutan pidana terhadap Tom Lembong menjadi babak mengejutkan dalam dunia kebijakan perdagangan Indonesia. Ia bukan hanya tokoh penting di era Jokowi, tetapi juga simbol dari pendekatan modern dan pasar bebas dalam kebijakan negara. Namun kasus ini menunjukkan bahwa transparansi dan akuntabilitas tetap harus dijaga, bahkan oleh figur paling progresif sekalipun.
“Dalam dunia kebijakan, niat baik tidak selalu menyelamatkan dari akibat buruk,” ujar pengamat politik Universitas Paramadina, Yuda Kresna.